PROJECT BIOGRAPHY INTERVIEW
Mata kuliah Teknik Penulisan Naskah Non Berita atau Writing Technique Non News ini salah satu projectnya adalah Project Biography Interview, dari seorang legend, master, atau fenomenal. Pilihan utama saya dari awal memang ingin mencari seorang LEGEND yang sangat ternama di Indonesia. Selain merupakan prestis yang besar, namun juga bisa menjadi pengalaman yang luar biasa jika memang berhasil mendapatkan mereka sebagai narasumber. Tiba-tiba saya terlintas Ahmad Albar sebagai pilihan utama saya. Melihat sosoknya, memang mempunyai ciri khas tersendiri, dan tentunya tidak perlu diragukan lagi mengenai eksistensinya di dunia hiburan selama kurang lebih 40 tahun berkarya. Saya juga tidak asing dengan lagu-lagu Ahmad Albar karena memang Papa saya sangat suka musik, dan sering memasang lagunya. Panggung Sandiwara, Rumah Kita, Semut Hitam, Bis Kota, sampa Menanti Kejujuran adalah lagu yang sering saya dengar. Alhamdulilah, saat pengajuan nama langsung di approval oleh Ibu Ais dan Kak Irwan.
Setelah perjuangan menunggu yang ‘cukup’ melelahkan dan hampir mengganti narsum karena saya tidak sabar, akhirnya saya bisa mewawancarai beliau. Walaupun tidak gampang mendapatkan jadwal dari seorang Ahmad Albar, tapi saya bangga ternyata ia sangat mengapresiasi saya sebagai mahasiswa yang berani dan mampu mengerjakan tugas individu ini.
Mengapa Ahmad Albar? Alasan utamanya adalah saya senang melihat sosok yang sudah berumur namun ia masih tetap eksis di bidangnya. Masih berjiwa muda, mempunyai semangat yang besar, dan menghargai generasi-generasi penerusnya, ia pun tidak memandang sebelah mata kepada genre musik yang dianggap ‘kampungan’. Tidak mudah mendapatkan semua itu didalam seorang bintang Rock. Bagi saya, Ahmad Albar adalah rocker yang berhati lembut. Ternyata rocker juga manusia.
Saya banyak berterimakasih kepada Ibu Siti Nur Aisyiah (Ibu Ais), selaku dosen mata kuliah Teknik Penulisan Naskah Non Berita ini dan Kak Irwan Iwang Senjaya (Kak Irwan), yang bagi saya merupakan contoh anak muda dengan semangat belajar yang tinggi. Selain itu tentunya saya berterimakasih kepada Ahmad Albar atau yang akrab dipanggil Papa Iyek atau PapaYek. Ada juga Mas Armen Abou Hassan (Mas Armen) selaku manager dan Faldy Albar (Bang Faldy) yang telah membantu saya untuk menghubungi PapaYek. Tidak lupa kepada teman dekat saya, Carl Nicky Nathan yang bersedia menemani saya saat interview dan juga Ali Lucky yang menemani saya saat check sound PapaYek di Rolling Stone Café Kemang. Tanpa kalian semua, saya tidak bisa sampai seperti ini.
Semoga dengan apa yang sudah saya buat ini, bisa diambil manfaatnya dan menjadi inspiring bagi teman-teman lainnya bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin apalagi untuk bertemu seorang idola dan mendapatkan pengalaman langsung dari mereka. Untuk narasumber, semoga kita bisa mencontohnya melalui karya-karya dan kegigihan dalam mencapai kesuksesan tentunya melalui hal-hal positif yang Ahmad Albar lakukan. Selamat menikmati..
KESIMPULAN
Setelah melakukan sesi wawancara dengan sang legend, saya mengambil banyak pelajaran terhadap apa yang disampaikan beliau. Tentang kesederhanaan, semangat yang besar, bijaksana dan saling menghargai. Saya rasa itu tidaklah mudah ditemukan didalam diri seorang rocker.
Ahmad Albar adalah pure seorang penyanyi. Untuk masalah ide, ia lebih prefer untuk sharing bersama Ian Antono dan Donny Fattah (personil God Bless). Ia selalu mengexplore ide besama kedua sahabatnya tersebut, ini menandakan bahwa Ahmad Albar bukanlah tipe orang yang individualistis. Tetapi, tidak menutup kemungkinan ia juga memunculkan ide pada setiap karyanya, karena seperti yang disampaikan bahwa ide itu bisa datang dimana dan kapan saja.
Kekonsistensian dirinya dalam bermusik patut dijadikan contoh. Ahmad Albar sangat mencintai dunia musik, terbukti sampai 38 tahun ini, ia masih eksis memanjakan para penggemar setianya, baik dalam solo karir maupun bersama God Bless. Di umur yang tidak muda lagi, ia terlihat masih mempunyai semangat yang sangat besar dalam berkarir, dan ini patut dicontoh oleh para generasi muda.
Tidak diduga ternyata Ahmad Albar adalah seorang yang sangat mencintai keluarga, terlebih kepada tiga anak lelakinya. Dengan pemikirannya yang open minded, ia membebaskan anaknya untuk berkarir tanpa pengarahan yang ketat. Semua bebas berkarya. Tetapi, ia tetap menuntut keseriusan mereka semua dalam bermusik. Sepertinya Ahmad Albar ingin sekali anak-anaknya dapat mengikuti jejak karir kesuksesannya.
Yang patut diacungi jempol lagi, Ahmad Albar sangat menghargai perbedaan dalam bermusik. Selera musiknya global, tidak dikotak-kotakkan. Ia tidak men ’dewa’ kan aliran musiknya nya sendiri (rock), bahkan tidak merendahkan aliran musik lain. Baginya, semua musik itu baik asal diiringi dengan niat dan keseriusan. Ia sangat terbuka bagi siapa saja yang bisa berkerjasama dengannya.
HASIL WAWANCARA
Q: Bagaimana pemahaman arti ide menurut anda?
A: Ide, menurut saya adalah suatu inspirasi. Di dalam seni, suatu ide tersebut kita tuangkan, maka akan menghasilkan sebuah karya. Dalam bermusik juga begitu, apalagi kita bekerja dalam grup, atau yang mengharuskan sebuah kerjasama antara satu dengan yang lainnya. Ide yang masing-masing kita dapatkan sebaiknya dimusyawarahkan terlebih dahulu agar tercipta kesepakatan. Konsepnya seperti apa, warna musiknya bagaimana, lirik itu berberbicara tentang apa, semua harus sinkron antara satu pemain dengan pemain lainnya.
Q: Bagaimana pemahaman arti konsep menurut anda?
A: Ya artinya konsep adalah hasil pemikiran dari ide atau inspirasi tersebut.
Q: Bagaimana cara / strategi anda untuk mewujudkan ide dan konsep di dalam setiap karya yang dihasilkan?
A: Ide itu bisa didapat dimana saja. Bukan harus menunggu mood yang baik, kalau hanya menunggu mood untuk semangat bekerja lagi itu namanya hanya sekedar hobi. Kalau dalam professional ini, kita memang dituntut untuk selalu berusaha. Berusaha mencari ide-ide baru dan itu bisa dimana saja. Bisa di jalanan, di mobil sambil menyetir, di rumah, bahkan di kamar mandi, ya.. bisa dimana saja. Terkadang kita mendapat ide yang baik menurut kita, lalu mulailah kita bekerja, mengerjakan dan mengeksplore ide tersebut.
Q: Bagaimana ukuran suatu ide dan konsep dianggap bernilai, baik dilihat atau ditinjau dari sisi idealisme dan bisnis?
A: Suatu ide dianggap bernilai saya rasa biasanya yang menilai pasti masyarakat atau dewan juri. Katakanlah jika ada suatu festival atau award, semacam penganugerahan, dari situ bisa juga dibilang suatu karya berhasil bila ia mendapatkan penghargaan, misalnya sebagai lagu terbaik atau terlaris. Sebenarnya, semua itu kembali ke masyarakat. Kita pribadi tidak bisa menilai bahwa karya kita adalah yang terbaik. Itu sangat tidak mungkin di dalam dunia musik. Nah, dalam musik ini memang terkadang aneh, ada lagu yang kita anggap konyol, lucu, atau norak, tapi mengena dihati masyarakat, penjualannya bahkan meledak. Ya.. ya itu selera, dan kebetulan mungkin trend nya memang seperti ini sekarang. Sementara ada lagu yang kita anggap berbobot, dan digarap secara serius, musik, aransemen, dan liriknya bagus, tapi malah tidak laku. Ya, sepertinya ini gambling saja. Kita tidak dapat memastikan hasil karya kita nantinya akan berhasil atau meledak. Jadi, sebenarnya kembali lagi ke masyarakat, suatu ide itu berhasil atau tidaknya.
Q: Bagaimana pendapat anda tentang dunia ide dalam industri kreatif (dunia penciptaan) di Indonesia?
A: Sekarang trend nya beda ya, artinya kita kembalikan lagi kepada masyarakat. Banyak juga grup-grup yang bagus sekarang ini, generasinya sudah baru semua. Trendnya memang sudah lain, lain dengan tahun 70 – 80an Musik itu selalu berkembang, entah itu musiknya sendiri, bentuk musiknya, warnanya bahkan teknologinya jauh semakin berkembang pesat setiap saat. Jadi, kita susah sekali bilang tentang ide ya disini, ya kita ikuti saja perkembangan itu sendiri. Kita harus mengikuti perkembangan musik misalnya, baik di film juga atau di karya-karya seni yang lain. Sama aja, ya semuanya itu kita harus terima. Hasil yang buruk terkadang bisa berhasil bagus, sementara yang bagus malah tidak jadi apa-apa. Semua tergantung selera masing-masing.
Q: Seperti yang kita ketahui, selama ini, anda aktif di dunia entertainment sebagai seorang aktor dan musisi. Jika boleh memilih, profesi mana yang lebih anda senangi?
A: Sebenarnya sama saja, saya sebelum bermusik sudah bermain film dulu. Tahun 1958 saat saya berumur sekitar 10 atau 11 tahun saya main film anak-anak, judulnya Jenderal Kancil. Dari film itu, lalu mulai bermusik pada saat kelas 6 SD buat grup bernama Band Bocah, ikut festival dan kebetulan menang waktu itu. Tahun 1965 saya pergi ke Belanda dan disana membentuk Band Clover Leaf, saat saya pulang ke Indonesia tadinya hanya ingin liburan, malah keterusan akhirnya berkarir lagi disini sampai terbentuklah God Bless dan bersolo karir dengan berkolaborasi dengan yang lain. Kalau disuruh memilih, sebenarnya saya lebih memilih ke musik, karena memang lebih lama berkecimpung di bidang ini. Sementara kalau film itu sebatas untuk mengisi kesibukan atau waktu luang ketika musik sedang vakum.
Q: Mengapa anda memilih jalur musik Rock? Siapakah sumber inspirasi anda dalam bermusik?
A: Saya memang dari kecil sudah suka musik rock. Saya mengikuti perkembangan musik rock sejak zamannya Bill Haley. Sesudah itu ada Elvis Presley, The Shadows, sampai ada suatu revolusi musik rock yang diciptakan The Beatles, kemudian bangkit Rolling Stone. Saya terinspirasi oleh The Beatles dan Rolling Stone. Mereka adalah idola saya. Banyak sekali grup-grup di Eropa atau di Amerika yang semuanya terinsiprasi oleh mereka. Jadi awalnya The Beatles membuat suatu perubahan besar dalam musik rock. Dulu, musik rock itu terdengar agak lembut dan santai, seperti slow rock, atau ballads seperti yang dibawakan Elvis Presley. Kita rasakan sekali dengan bangkitnya warna baru dari The Beatles, membuat musik rock menjadi terasa berbeda dari sebelumnya. Setelah The Beatles itu baru muncul grup-grup yang lain seperti Jimi Hendrix, Jeff Beck, Deep Purple, Led Zappelin, dan lainnya. Semuanya itu saya rasa harus berterimakasih pada The Beatles.
Q: Selain genre Rock, apakah anda menyukai genre musik lain?
A: Intinya saya suka semua jenis musik. Semua musik bagi saya bagus dan enak didengar, asalkan digarap dengan serius. Banyak kita mendengar dari sebagian orang bahwa katanya musik dangdut itu musik kampungan atau apalah, itu salah sebetulnya.. saya tidak setuju. Sebab, saya salut sekali kepada Rhoma Irama, yang membuat suatu perubahan besar pada musik dangdut. Ia menggarapnya dengan serius, rapi, dan ternyata berhasil. Begitu pun musik jazz atau pop banyak juga yang bagus, tapi kebetulan memang saya ini terjun ke musik rock. Jadi memang rock sudah ada di dalam jiwa saya.
Q: Sekitar tahun 1979, anda merilis album dangdut berjudul “Zakia”. Apa yang mendasari anda memutuskan merilis album dengan genre yang 180 derajat berbeda dari biasanya itu?
A: Pada awalnya memang tidak terpikirkan membuat album dangdut, tapi karena ada salah satu wartawan ibukota yang memang sudah akrab, kemudian datang ke saya mengatakan bahwa ada seorang produser yang menawarkan saya untuk membawakan musik dangdut. Pertamanya saya tolak, karena saya sendiri bingung mau membawakan musik dangdut yang seperti apa? Saya berpikir ini bukan pekerjaan yang mudah. Tapi ia meyakinkan bahwa saya tidak harus membawakan musik dangdut yang sudah ada kebanyakan, malah yang punya warna tersendiri juga tidak apa-apa. Akhirnya saya bertemu Ian Antono, awalnya ia juga kaget. Akhirnya kita coba membuat musik dangdut namun kiblatnya lebih ke arah timur tengah, ada akustiknya juga.
Kita membuat dua atau tiga lagu pada saat itu, Raja Kumbang dan Zakia. Setelah kita dengar sendiri ternyata enak juga. Kemudian kita dengarkan ke teman-teman dan wartawan tersebut. Lalu ia meminta contoh lagunya, ternyata sang produser setuju sekali, dan mengusulkan coba untuk langsung membuat satu album. Alhamdulilah, saat Zakia keluar ternyata banyak juga yang suka, katanya sih punya warna tersendiri.
Q: Di usia yang tidak muda lagi, anda masih sering manggung bersama God Bless. Apa yang memotivasi anda untuk terus berkarya sampai saat ini?
A: Alasan utamanya karena kita masih punya banyak penggemar setia. Faktor itulah saya rasa yang membangkitkan semangat kita semuanya untuk tetap bermusik. Kembali lagi kita bersyukur masih diberikan kekuatan untuk manggung misalnya 1,5 jam nonstop. Saya, Ian Antono, dan Donny Fattah sudah kepala 6, tapi masih kreatif dan enerjik, semangat rock nya juga masih terasa. Memang, pasti suatu saat kita akan merasa tidak sanggup lagi, ya kita akan mundur. Ya mudah-mudahan saja masih panjang.. sekarang ini mumpung masih bisa, ya kita jalankan. Banyak sekali penggemar-penggemar God Bless yang masih setia, baik itu di Jakarta maupun di daerah-daerah. Sambutan dan tanggapan mereka terhadap God Bless masih bagus. Itu yang membuat kita tetap semangat untuk masih bermusik sampai saat ini.
Q: Anda disebut sebagai seorang “Legend of Rock”, selama 40 tahun berkarir, apa saja suka dukanya selama ini?
A: Wah, sebenarnya bukan hanya sekedar legend-legend saja, tapi artinya tetap bersyukur sampai saat ini bahwa kita masih sanggup, semua anggota God Bless seperti Ian antono dan Donny Fatah yang memang dari awal selalu bersama. 38 tahun tepatnya, suka dukanya banyak ya, tapi yang jelas tentu banyak sukanya. Kalau banyak dukanya mungkin kita sudah bubar..hahaha (tertawa). Tapi pasti ada, problem-problem yang kita alami, tepatnya sekitar tahun 70 – 80an. Dulu dunia musik belum seperti sekarang. Sekarang ini jauh sudah rapi managementnya, teknologi dan perkembangan equipmentnya. Dulu hanya dengan peralatan minim kita bisa tampil di stadion atau pagelaran besar. Sekarang tuntutannya sudah lain, persiapannya harus lebih matang. Musik rock harus ditunjang dengan sound system yang kuat, lightingnya juga harus megah.
Q: Selama ini, anda sudah berkolaborasi dengan banyak pemusik. Menurut anda, paling berkesan ketika berkolaborasi dengan siapa?
A: Bagi saya berkolaborasi dengan siapapun sih asik saja. Kalau yang saya anggap lagunya cocok, kerjasamanya enak, saya terima. Tapi kalau tidak, misalnya ide, warna musiknya beda dan tidak sinkron dengan saya, pasti dari awal sudah saya tolak. Kalau saya rasa rekan saya bisa diajak kerjasama dan tahu kosep awalnya bagaimana, entah itu orchestra, mengapa tidak? Saya pernah bekerjasama dengan Addie MS atau Erwin Gutawa. Kerjasama saya dengan Erwin Gutawa misalnya, yaitu Rockestra. Kebetulan lagu yang ditawarkan cocok dengan warna suara saya. Atau Addie MS dan saya pernah membuat pagelaran dan slowrock. Fariz RM juga, ada 3 album: Secita Cerita, Langkahkan Pasti dan Scenario. Musiknya agak fussion, jazzy, dan unsur popnya juga dominan. Berkolaborasi dengan mereka merupakan suatu penyegaran buat saya, karena memang agak lain warna musiknya, tidak bisa kita samakan dengan God Bless.
Q: Seperti yang kita tahu, Rock sudah mendarah daging dalam keluarga anda, dua anak anda, Fauzi (Ozzy) dan Fachri (Ai) juga tergabung dalam band Rock bernama Jibriel, apakah anda sering memberi masukan terhadap mereka dalam bermusik?
A: Sebenarnya dalam bermusik itu sendiri, saya lebih suka membebaskan mereka. Tapi saya sering memberi sedikit masukan tentang keseriusan dalam bermusik, atau masalah teknis. Apabila perlu, saya pasti memberi mereka masukan. Tapi saya tidak ikut campur, artinya kamu harus bermusik seperti ini, seperti itu, atau seperti God Bless, tidak. Eranya lain, mereka adalah anak-anak muda, lahir di era musik yang berbeda dengan God Bless, God Bless di tahun 70an, sedangkan mereka bangkit di tahun 2000 an. Jadi biarkan mereka bebas berekspresi.
Seperti buah tidak jatuh jauh dari pohonnya sebenarnya. Nara (gitaris Jibriel) lebih banyak menciptakan lagu di Jibriel, dan ia adalah anak dari Yongki Suryoprayogo, seorang musisi yang cukup dekat dengan saya. Ia juga merupakan anggota God Bless formasi awal. Mungkin dari sanalah Nara terinspirasi lirik dari ayahnya yang pernah bekerjasama dengan saya. Hasilnya mungkin bisa dibilang memang agak sedikit mirip.
Q: Apa saja kegiatan anda diwaktu senggang?
A: Pastinya banyak berkumpul dengan anak-anak. Bagi saya, komunikasi dengan anak itu penting, paling tidak saya selalu menyempatkan waktu untuk sekedar ngobrol dengan mereka. Kesibukan di luar musik juga banyak yang harus diselesaikan. Kegiatannya akhir-akhir ini lebih banyak ke gunung, tepatnya Gunung Salak. Karena memang ada Villa keluarga disana. Jadi saya sering kontrol paling tidak seminggu atau dua minggu sekali mampir kesana. Sehari atau dua hari sambil ajak anak-anak. Fachri paling sering kesana, Oji dan Faldy sesekali juga. Kita berkumpul disana sama-sama.
Q: Apa impian yang belum tercapai hingga saat ini?
A: Kita sebagai manusia pasti tidak ada puasnya, pasti ingin lebih dan lebih. Tapi di luar itu kita juga bersyukur dengan apa yang sudah kita dapatkan, selalu bersyukur juga bahwa God Bless masih tetap bertahan. Yang belum tercapai yaitu Go International. Pada kebangkitan God Bless di tahun 70an, dunia musik Indonesia masih agak tertutup, para promotor luar pun belum banyak yang berani datang ke Indonesia. Tapi makin lama makin bagus, sekarang ini Indonesia sudah dikenal oleh grup-grup luar, tapi God Bless agak terlambat jadinya, karena pada waktu itu dunia musi tidak seperti sekarang. Jadi, semangat untuk Go International rasanya sudah terlambat, kita semua juga sudah berumur, sudah semakin tua. Jadi sekarang lebih banyak berkonsentrasi masing-masing, seperti saya, Ian, dan Donny memperjuangkan untuk anak-anak kita.
Saya berharap generasi mereka bisa berhasil, lebih bisa serius bermusik. Kita semua belajar secara otodidak, sedangkan zaman sekarang sudah banyak sekolah musik. Itu artinya mereka sebenarnya punya fondasi yang lebih kuat dibandingkan pemusik zaman dulu. Jadi yang saya rasakan yang belum berhasil mungkin untuk go international. Paling kita pernah tampil sebatas di Malaysia dan Singapore. Sementara kalau saja dulu bisa, saya rasa pasti kita bisa tembus, lagipula semangatnya juga masih ada. Sayang sekali memang, dulu dunia musik Indonesia sangat tertutup, teknologi dan managementnya juga belum baik seperti sekarang. Fasilitas-fasilitas untuk anak-anak band itu juga minim sekali, ya itu hambatannya.. (tersenyum)
Q: Apakah ada pesan kepada para penerus anda agar genre musik Rock dapat terus eksis di blantika musik Indonesia?
A: Pesannya tetap bermusik, menciptakan musik yang lebih serius dan mengikuti perkembangan musik di Indonesia ini, bukan hanya musik rock, tapi juga aliran musik lainnya. Selain kepada pemusik itu sendiri, saya juga berharap pada industri musik, yaitu label atau produser untuk memberikan kesempatan kepada generasi yang baru. Karena perkembangan bisnis ini tidak selalu baik. Seperti sekarang dengan adanya RBT (Ring Back Tone), Sebenarnya itu menghancurkan kreatifitas para pemusik. Sekarang jarang sekali pemusik yang mendapatkan kesempatan untuk membuat album mereka, sayang sekali hasil karya mereka hanya dikenal dalam 30 detik sampai satu menit paling lama.
Rasanya mubazir, kerja keras, waktu mereka untuk mengeluarkan ide-ide kretifitas pada kenyataannya hanya didengar sepotong di RBT. RBT itu membuat banyak produser hancur, label banyak yang gulung tikar dan ada beberapa yang bergabung menjadi satu. Mereka tidak berani mengambil resiko dalam berspekulasi untuk mempromosikan album band-band baru. Ya jadi harus ada toleransi juga terhadap musik itu sendiri, jadi jangan hanya memikirkan keuntungan. Memang, untungnya bagus dari RBT, banyak sekali grup yang berhasil seperti Ungu atau bahkan Wali. Kalau lagu mereka menjadi hit, ya hasilnya tentu bagus, Tapi sebenarnya itu tidak baik untuk perkembangan musik itu sendiri.